Mau Kreativitas Tumbuh Secara Natural
? Ikuti Tips Berikut Ini. Menemukan solusi yang jitu dan mengambil
“action” yang cepat tentu sangat kritikal bagi kita. Pada banyak
situasi, kita bisa melihat betapa kadang kita terjebak pada terpusatnya
“berpikir” pada satu individu, dan lambatnya energi untuk bergerak
didistribusikan pada individu lain.
Saat saya menanyakan hal operasional pada sebuah tim di perusahaan,
kerap kali jawaban yang saya terima adalah, “Tunggu ya, saya cek dulu.”
Meski sebetulnya sifatnya operasional, namun jawaban yang ditunggu
biasanya tidak bisa segera saya terima. Padahal, koordinasi sangat
dibutuhkan dengan cepat.
Setelah diusut, masalahnya bukan pada pendelegasian, tapi
lebih pada kehendak untuk berpikir sedikit lebih keras dalam mencari
solusi dan mengambil resiko. Inilah gejala kreativitas yang tidak
disuburkan. Padahal, di jaman sekarang, setiap pimpinan perusahaan
pastilah mengharapkan timnya untuk berpikir kreatif. Hanya saja,
kenyataan untuk menebarkan mindset ini tidaklah mudah.
Meski kreativitas terus didengungkan, sebuah survey menemukan bahwa
75 persen populasi orang bekerja tidak mengedepankan kreativitas dalam
pola pikir dan pola bekerjanya. Artinya: di tempat kerja, tuntutan dan
tekanan masih mengarah pada produktivitas, yang tidak dikaitkan dengan
kreativitas.
Sebanyak 55 persen dari populasi sampel memang menyatakan pentingnya
kreativitas dan mengungkapkan keinginan untuk kreatif, namun kebanyakan
mereka tetap beranggapan itu bukan harapan terpenting dari perusahaan
pada dirinya. Padahal dengan berkembangnya bisnis dan kompetisi di masa
sekarang, sulit sekali kita bisa bertahan di bisnis bila masih
menerapkan cara berpikir
abad lalu. Segala sesuatu yang ajeg, suatu saat akan terlindas oleh
hal-hal inovatif yang tidak terpikirkan sebelumnya.
Saat ini DNA
kreativitas menjadi tuntutan utama dalam darah setiap pekerja, bukan
hanya ditumpukan pada segelintir golongan elit yang dianggap spesial.
Permasalahannya, adakah kita masih salah kaprah mendefinisikan
kreativitas itu?
Berpikir kreatif adalah kemampuan mempersepsikan sesuatu yang unik
dalam gejala di sekitar kita, kemudian memperbaharui dan menemukan jalan
keluar baru. Dan, jalan keluar baru itu adalah sesuatu yang dicari
secara konstan, tidak ditemukan secara tiba-tiba. Jadi, bersikap dan
berpikir kreatif justru perlu dianggap sebagai “way of life” dan “way of thinking” kita.
Melatih fokus untuk kreativitas
Bila kita melihat betapa orang bisa mendapatkan keuntungan finansial dari kreativitasnya, kita tidak bisa lagi meragukan bahwa cara pikir abad ke-21 haruslah jauh lebih progresif daripada waktu yang lalu. Untungnya, inovasi dan teknologi memudahkan kita untuk berkreasi, memunculkan ide, dan berkomunikasi. Tengoklah betapa sekarang orang awam bisa merekayasa hasil fotonya dengan mudah, walau di lain pihak, para profesional pun tetap mengembangkan teknologi fotografinya.
Bila kita melihat betapa orang bisa mendapatkan keuntungan finansial dari kreativitasnya, kita tidak bisa lagi meragukan bahwa cara pikir abad ke-21 haruslah jauh lebih progresif daripada waktu yang lalu. Untungnya, inovasi dan teknologi memudahkan kita untuk berkreasi, memunculkan ide, dan berkomunikasi. Tengoklah betapa sekarang orang awam bisa merekayasa hasil fotonya dengan mudah, walau di lain pihak, para profesional pun tetap mengembangkan teknologi fotografinya.
Kita juga melihat betapa biaya komunikasi dengan suara sudah diganti
dengan teks. Terlepas dari dampak negatifnya, bukankah ini suatu
penemuan kreatif untuk mengembangkan komunikasi?
Para ahli dan peneliti juga kini lebih leluasa untuk melakukan dua
penelitian dalam waktu yang sama. Kita tinggal meng-google semua
informasi yang relevan dan meng-update pengetahuan kita, sebelum
meneruskan penelitian mengenai suatu subyek. Bahkan, dengan banjirnya
informasi, kita pantas dibingungkan, bila kita tidak mengatur waktu.
Itulah sebabnya ada ahli yang mengatakan bahwa musuh kreativitas
adalah penggunaan waktu. Kalau kita terjebak pada kesibukan lain dan
tidak memberi fokus pada penyegaran kegiatan berpikir, maka kita tidak
sempat memperbaiki cara pikir kita. Jadi quote: “Schedule it and it will
happen” tetap berlaku, bukan sekadar untuk kegiatan bekerja saja,
tetapi untuk segala sesuatu dalam hidup kita, termasuk berpikir kreatif.
“Modernize or die”
Terobosan besar seperti yang dilakukan Apple dengan meluncurkan “iPod” dan “iPad”, sekarang sering disebut para ahli sebagai “Big C”, yaitu inovasi yang berdampak luar biasa dan global. Hasil kreativitas ini memang hebat, namun sebetulnya bukan terobosan besar yang selalu diperlukan sebuah organisasi.
Terobosan besar seperti yang dilakukan Apple dengan meluncurkan “iPod” dan “iPad”, sekarang sering disebut para ahli sebagai “Big C”, yaitu inovasi yang berdampak luar biasa dan global. Hasil kreativitas ini memang hebat, namun sebetulnya bukan terobosan besar yang selalu diperlukan sebuah organisasi.
Organisasi pada umumnya justru membutuhkan kreativitas-kreativitas
kecil atau “Small C”, tapi dalam jumlah banyak dan berkesinambungan yang
menghasilkan solusi-solusi di lapangan. Bentuknya bisa dalam hal
menservis pelanggan, menemukan kesempatan ataupun kontak-kontak baru,
sehingga perusahaan berkembang tanpa selalu harus heboh.
Di sinilah tantangan nyata bagi organisasi, yaitu bukan sekadar untuk
menjaga kinerja penjualan, tetapi juga memelihara kreativitas.
Organisasi bisa saja tanpa sadar mengembangkan sekaligus membunuh kultur
kreativitas, misalnya dengan melarang karyawan bermedia sosial di
kantor. Meski dengan alasan meningkatkan produktivitas, pembatasan
penggunaan media sosial sekaligus menghilangkan peluang karyawan untuk mengembangkan kontak, dan melihat kesempatan pengembangan bisnis.
Berarti tantangannya adalah untuk memonitor pemanfaatan media sosial,
namun bukan mematikannya sekaligus.
Google mengalokasikan 20 persen waktu karyawan, untuk melakukan apa
saja yang “menghasilkan” kemajuan perusahaan. Justru hal inilah yang
membuat perusahaan ini menjadi top employer di dunia, padahal semua
orang tahu bahwa karyawannya bekerja sangat keras, long hours.
Berarti tugas kita adalah memikirkan tantangan yang lebih kompleks,
tetapi asik. Pimpinan perusahaan, di samping tetap berpikir realistik
dan praktis, juga perlu memikirkan bagaimana entrepreneurship-nya
ditularkan pada karyawan, misalnya dengan membudayakan kebiasaan
menghitung dan mengambil risiko lebih banyak pada level yang lebih muda.
Perusahaan tidak hanya cukup dengan mendengungkan kerja tim, namun
sekaligus perlu menggarap resolusi konflik dalam kelompok-kelompok kecil
di perusahaan. Mengapa? Karena konflik menumbuhkan frustrasi, dan
frustrasi membunuh kreativitas. Perbedaan pendapat, nilai, dan cara,
perlu terdeteksi dan ter-handle dengan baik bila kita ingin kreativitas
tumbuh. Yang jelas, kita perlu meninggalkan “negative workload
pressures” dan merekayasa agar kreativitas tumbuh secara natural.
Saatnya kita bergerak dan meninggalkan yang konservatif. Modernize or
die!
(Eileen Rachman/Sylvina Savitri, EXPERD Consultant)
Sumber: Kompas Cetak, kompas.com
(http://www.bijak.web.id/kisah-sukses/dini-makmun-ceo-di-usia-38-tahun.html#chitika_close_button)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar