Rabu, 11 April 2012

PANDANGAN MENGENAI DEMO KENAIKAN BBM TERHADAP HAM

Demonstrasi dalam konteksnya sebagai salah satu jalur yang ditempuh untuk menyuarakan pendapat, dukungan, maupun kritikan, yaitu suatu tindakan untuk menyampaikan penolakan, kritik, saran, ketidakberpihakan, dan ketidaksetujuan melalui berbagai cara dan media dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan baik secara tertulis maupun tidak tertulis sebagai akumulasi suara bersama tanpa dipengaruhi oleh kepentingan pribagi maupun golongan yang menyesatkan dalam rangka mewujudkan demokrasi yang bermuara pada kedaulatan dan keadilan rakyat. Menurut UU Nomor 9 Tahun 1998, pengertian demonstrasi atau unjuk rasa adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih, untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya secara demonstratif dimuka umum. Namun, dalam perkembangannya sekarang, demonstrasi kadang diartikan sempit sebagai long-march, berteriak-teriak, membakar ban, dan aksi teatrikal. Persepsi masyarakat pun menjadi semakin buruk terhadap demonstrasi karena tindakan pelaku-pelakunya yang meresahkan dan mengabaikan makna sebenarnya dari demonstrasi.

Demostrasi sendiri merupakan bagian dari implementasi Hak Asasi Manusia (atau disingkat HAM) yaitu adanya Kebebasan menyampaikan pendapat, HAM sendiri merupakan hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1.

Seminggu telah berlalu mengingat pada tanggal 30 maret 2012 terjadi aksi demo tentang penolakan kenaikan harga BBM yang dilakukan secara besar-besaran oleh para mahasiswa dari Jakarta dan Makasar yang dilakukan secara anarkis karena merusak fasilitas-fasilitas umum dan menggangu ketenangan warga sekitar sehingga suasana pun semakin mencekam hingga malam hari, tentunya jika kita melihat seperti itu sungguh berbanding terbalik dengan pengertian demonstrasi yang kita ketahui yang seharusnya tidak dilakukan secara anarkis, namun terlepas daripada itu jika demo hanya dilakukan dengan bersuara saja apakah mungkin pemerintah akan menanggapinya !? mungkin saja, tetapi hanya mendengarkan saja atau dengan istilah *...masuk telinga kanan keluar telinga kiri...* padahal seperti yang kita ketahui baik media elektronik maupun cetak sering menyuarakan suara-suara rakyat dan memperlihatkan kondisi rakyat indonesia namun kenyataannya masih banyak wakil-wakil rakyat yang menutup mata dan telinga untuk hal-hal tersebut dan malah berjuang untuk memperbaiki tempat dan fasilitas-fasilitas ruang kerja mereka, tetapi adakalanya mereka membuka telinga dan mata mereka untuk rakyat hanya ketika pilkada atau pemilu akan berlangsung dan setelah itu selesai mereka asik sendiri dengan dunia politiknya dengan melupakan suara-suara yang telah keluar dari mulutnya ketika kampanye berlangsung.

Demo penolakan kenaikan harga bbm yang dilakukan oleh mahasiswa secara anarkis mungkin saja senjata agar wakil-wakil rakyat bisa membuka mata dan telinga untuk rakyat indonesia karna pada dasarnya kepentingan rakyat harus diutamakan oleh wakil-wakil rakyat, dan marilah kita saling berintropeksi diri agar jangan sampai negara ini hancur oleh dunia perpolitikan, dan semoga saja kedepannya tidak ada lagi demo secara anarkis dan dilandasi dengan politik.